Singkatnya waktu tanda hilangnya keberkahan

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda : “Tidak akan tiba hari kiamat hingga waktu semakin singkat. Satu tahun bagaikan satu bulan, satu bulan bagaikan satu minggu, satu minggu bagaikan satu hari, satu hari bagaikan satu jam. Dan satu jam bagaikan api yg membakar daun kurma”. (HR. Ahmad, Tirmidzi).

Para ulama tidak menafsirkan “singkatnya waktu” dengan bertambahnya kecepatan perputaran bumi sehingga jumlah masa dalam satu hari berkurang menjadi 23 jam "misalnya". Penafsiran seperti ini tentu saja bertentangan dengan logika. Sebab jika kita memutar sebuah bola di sebuah titik tertentu, tentulah kecepatannya semakin lama semakin berkurang, bukan semakin bertambah.

ImamAn-Nawawi, menafsirkan maksud dari singkatnya waktu adalah hilangnya keberkahan dalam waktu tersebut. Sehingga satu hari misalnya tidak mampu dimanfaatkan melainkan seperti satu jam saja. Pendapat ini dikuatkan oleh ulama setelahnya seperti Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. Ia berkata, “Pendapat yg benar adalah (hadits ini) bermaksud bahwa Allah Swt mencabut semua keberkahan dari segala sesuatu, termasuk keberkahan waktu. Dan ini merupakan salah satu tanda dekatnya kiamat.”

Secara bahasa, kata “berkah” bermakna Al-ziyadah (bertambah) dan berkembang. Kata ini lalu digunakan untuk menunjukkan “kebaikan yg banyak” seperti dalam firman Allah : “Kitab penuh berkah” dan “malam penuh berkah”, yakni penuh kebaikan yg banyak.

Rasulullah juga sering kali mendoakan para sahabatnya agar Allah memberkahi mereka, seperti doa beliau untuk Abu Qatadah, “Ya Allah, berkahilah kulit dan rambutnya.” Sejak saat itu, kulit dan rambut Abu Qatadah tidak pernah berubah meski usianya makin bertambah.  Ibnu ‘Asakir dalam tarikh Dimasyq bercerita bahwa Abu Qatadah wafat pada usia 70 tahun namun kulit dan rambutnya bagaikan anak berusia 17 tahun.

Imam Abdul Wahab Sya’rani bercerita tentang gurunya Syeikh Zakaria Al-Anshari, “Selama dua puluh tahun aku melayaninya, belum pernah aku melihat beliau dalam kelalaian atau melakukan sesuatu yg tak berguna, baik siang ataupun malam hari. Jika seorang tamu berbicara terlalu panjang kepadanya, beliau segera berkata dengan tegas: ‘Kau telah membuang-buang waktuku.’

Keberkahan waktu dapat kita lihat di sejarah hidup tokoh-tokoh Islam sejak masa sahabat. Mereka berhasil melahirkan prestasi besar hanya dalam masa yg sangat singkat sehingga agak sukar diterima logika “zaman hilang-berkah” kita ini. Zaid bin Tsabit, misalnya, berhasil melaksanakan perintah Nabi Saw untuk menguasai bahasa Yahudi (Suryaniah) percakapan dan tulisan hanya dalam 17 hari saja. Padahal pada saat itu belum ada alat bantu modern audio visual seperti sekarang ini.

Bandingkan dengan diri kita yg memerlukan masa bertahun-tahun untuk mempelajari bahasa Arab atau Inggris tanpa memperoleh hasil yg membanggakan.

Para penulis biografi menceritakan bahwa Ibnu Arabi (ahli hadits dan fiqih mazhab Maliki asal Andalusia) berhasil menulis berbagai buku-buku besar dan penting, salah satunya sebuah tafsir setebal delapan puluh ribu lembar halaman.

Imam Ghazali yg hanya hidup 55 tahun, dan An-Nawawi yg hidup hanya 45 tahun, namun berhasil menulis banyak buku berharga berjilid-jilid.

Siapa yg pernah mencoba menulis buku pasti tahu betapa besar "keberkahan" yg Allah berikan kepada waktu para ulama ini. Sebagai manusia biasa, mereka memiliki waktu sama dengan kita satu bulan terdiri dari empat minggu, satu minggu terdiri dari tujuh hari, dan satu hari terdiri dari 24 jam. Namun keberkahan dalam waktu memungkinkan mereka berkarya dan membuahkan prestasi lebih banyak dari kita. Keberkahan waktu benar-benar kita rasakan telah hilang pada masa kita ini sehingga sering kali sebuah buku tidak dapat kita selesaikan meski berbulan-bulan telah berlalu.

Kehilangan berkah dalam waktu adalah keluhan utama orang-orang kafir di akhirat. Seringkali al Qur’an menceritakan bahwa ketika kiamat terjadi, semua manusia merasa bahwa hidup mereka di dunia sangat singkat. Sebagian mereka merasa hidup di dunia hanya sepuluh hari saja. “Allah bertanya: berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab: kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari..” (Qs Al-Mukminun 112-113).

Di antara mereka ada juga yg berkata bahwa masa hidup mereka di dunia hanya beberapa jam saja, “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (Qs. Al-Nazi’at 46).

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain