Ketika tuhan jatuh Cinta kepada Hamba-Nya

Seekor semut membawa setetes air, untuk ikut memadamkan kobaran api Namrud yang akan membakar Ibrahim as. Kita sering mendengar kisah itu: kisah ketika Ibrahim muda diikat di tiang dan dibakar, terlihat seekor semut memikul setetes air ke arah kobaran api raksasa yang membakar seorang (bakal) Nabi.

Seekor burung—sebagian riwayat menyebutkan elang, riwayat lain mengatakan gagak—menertawakannya: "kau kira setetes air akan bisa memadamkan kobaran api sebesar itu?"

"Tentu tidak," timpal si semut. "Tapi sangat penting bagiku untuk menunjukkan pada Allah, di pihak mana aku berada."

Itu mungkin sebuah dongeng, meski jawaban semut itu telah menginspirasi begitu banyak hati manusia. Tapi yang berikut ini adalah kisah nyata.

Menaati perintah ayahnya, seorang anak lelaki mengantarkan sekeranjang roti untuk beberapa orang kakaknya yang sedang bertugas dalam sepasukan tentara. Usianya baru sebelas tahun.

Dari atas bukit, ia melihat dua pasukan besar saling diam berhadapan, dalam jarak sepelemparan tombak. Diantara dua pasukan itu ia melihat seorang manusia raksasa, berbadan jauh lebih besar dari manusia umumnya.

Semakin mendekat, terdengar bahwa raksasa itu sedang menantang agar tentara Israel—pasukan kakaknya—mengirimkan orang terbaiknya untuk duel dengannya. Jika ia kalah, maka seluruh pasukannya bersedia diperbudak oleh bangsa Israel. Namun sebaliknya juga berlaku, jika ia yang menang.

Semakin dekat, semakin terdengar pula bahwa sudah empat puluh hari ia mengajukan tantangan itu di hadapan pasukan Israel—termasuk para panglima, pimpinan suku dan para rajanya yang ada di sana, dan tak ada seorang pun yang berani menghadapi tantangannya untuk duel satu lawan satu.

Kemudian terdengar raksasa itu berkata sesuatu terkait kepengecutan bangsa Israel.

Anak itu mencoba untuk tidak memperdulikannya—meski ia kecewa bahwa tentaranya membiarkan bangsanya dihina dan tak memberikan perlawanan—dan terus mencari kakaknya.

Kemudian terdengar raksasa itu mulai menghina Tuhannya bangsa Israel. Di hadapan seluruh pasukan, panglima, dan para raja-raja suku Israel.

Anak ini sangat marah mendengarnya. Berkebalikan dengan semua tentara itu—bangsa Israel, tentaranya, panglima dan para raja sukunya—yang masih diam. Dan diamnya mereka ketika datang hujatan dan hinaan terhadap Tuhan mereka, cuma menambah kobaran kemarahannya.

Ia pun maju kedepan, mengajukan diri sebagai wakil bangsa Israel yang akan melawannya—dan bersumpah akan pulang dengan membawa kepala si raksasa. Raksasa itu tertawa terbahak-bahak.

Para kakaknya melarangnya dan mencegahnya. Namun anak itu berkeras, mengatakan ia sudah sering melawan dan membunuh singa-singa yang mencoba memangsa domba-domba gembalaannya. Dan ia sangat marah kepada para kakaknya dan tentaranya, yang hanya diam ketika Tuhan mereka dihina. Jika tak seorang pun dari bangsanya yang berani membela Tuhannya, ia yang membela YHV, Tuhan mereka. Meski ia sama sekali bukan tandingan raksasa itu.

Akhirnya, mereka mencoba memakaikan baju besi kepada anak itu. Lengkap dengan pedang, helm dan perisai.

Namun anak itu maju dengan tertatih-tatih, dan ambruk. Keberatan. Ia tidak bisa bergerak dengan semua itu. Dan semua itu hanya membuat si raksasa, dan pasukannya, semakin terbahak-bahak.

Di hadapan kedua tentara, ia lemparkan pedang dan perisainya. Ia tanggalkan helm logamnya, dan ia tanggalkan baju besinya, lalu melangkah maju ke arah raksasa itu—hanya dengan bertelanjang dada dan bercelana pendek. Dan memutar-mutarkan sebuah ketapel berisi kerikil, yang licin dan tajam, yang sengaja disiapkan untuk menghadapi raksasa itu.

Konon, itulah saat di mana Tuhan jatuh cinta kepadanya—seorang anak gembala yang menunjukkan keberpihakannya pada Tuhan, meski anak itu tahu upayanya tak ada artinya.

Tuhan yang jatuh cinta kepadanya menyebut anak itu dengan nama David, yang berarti "Sang Terkasih" atau "Kesayangan". 

Dawud, dalam bahasa Arab, terkait dengan kata 'wudd' atau 'wadud', yang terkait dengan makna kecintaan atau kasih sayang yang sangat. Kelak anak itu pun dijadikan sebagai seorang Nabi dan sahabat-Nya.

Bahwa, semua hal di dunia ini akan bahu membahu mengalihkan perhatian seorang hamba dari Tuhannya. Memang begitulah natur dunia.

Ibadah kita mungkin tidak sempurna. Pengabdian kita mungkin apa adanya. Segala urusan hidup menarik-narik kita kesana kemari, ke segala arah. 

Namun di tengah semua itu, tetap saja sangat penting untuk menunjukkan pada Allah bahwa kita ada di pihak mana. Walaupun kita tampaknya seperti ada di kubu mereka yang tenggelam dalam kesibukan urusan keseharian, tetap tunjukkan bahwa kita ada di pihak-Nya: menghadapkan hati kepada-Nya, mengabdi, memohon dan mengakrabkan diri—meski mungkin pengabdian kita cuma 'segitu-gitunya'.

Tapi sebenarnya, tidak ada yang 'cuma segitu-gitunya' di mata Allah ta'ala, jika kita melakukannya dengan sepenuh hati dan sepenuh penghadapan batin kepada-Nya. Dia adalah As-Syakur, Maha Mensyukuri. Jika kita datang dengan berjalan, Dia akan menyambut dengan berlari. Jika kita membawakan segenggam, Dia akan menghadiahi segantang.

Kepada mereka yang sikap lahir atau batinnya sama saja, acuh tak acuh pada-Nya setiap saat, tentu penyikapan Allah pun akan jauh berbeda jika dibandingkan sikap-Nya kepada orang-orang yang batinnya khidmat kepada Allah, walaupun raganya sibuk dalam urusan-urusan yang tampaknya sangat duniawi. 

Di tengah duel, Allah mengilhamkan Dawud cara untuk mengalahkan raksasa Jaluth, atau Goliath, bukan dengan hal-hal yang di luar jangkauan dan kemampuan, tapi dengan 'apa yang ada di tangannya': menggunakan ketapel. Kerikil Dawud melesat hingga tenggelam ke dalam dahi Jaluth, dan mati seketika. Dawud pun pulang dengan menyeret kepala Jaluth.

Begitu pula, jika kita memilih untuk berpihak kepada-Nya sehingga Allah jatuh cinta kepada kita, bisa jadi Dia akan mengilhamkan kita cara terbaik untuk mengalahkan raksasa kehidupan ini, dalam duel kita dengan dunia ini.

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain