Aswaja: Menjaga dan Mengembangkan Tradisi

Jendela Aswaja - Ahlusunah waljamaah  adalah akidah orang Islam yang mengikuti ajaran nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Aswaja menjadi acuan umat muslim dalam mengamalkan nilai-nilai keislamannya. Semua muslim mengaku dirinya berakidah Ahlusunah waljamaah. Maka bagi pengikut organisasi NU, Aswaja menjadi satu ideologi, satu keyakinan, bahwa akidah Aswaja annahdliyah (untuk membedakan dengan aswaja lainnya) dalam fikihnya mengikuti sanad madzhab empat, dalam tauhid mengikuti sanad imam abu Hasan Asy'ari dan abu Mansur Al Maturidi, dalam ilmu tasawuf mengikuti sanad abu Hamid Al-Ghazali. Ini sebagai penjelas amaliyah kaum Nahdiyin dalam menjalankan amaliyah maupun Ubudiyah Aswaja annahdiyah. Jadi kita tidak perlu saling menyalahkan pendapat lain, kita sebagai warga NU dengan ajaran Aswaja annahdliyah tetap dikuatkan sampai ke akarnya, mengamalkan tradisi para kiai, mengikuti kultur sosial masyarakat setempat, dan jaga sanad keilmuan.
Nabi Muhammad pernah bersabda, bahwa umatku akan pecah menjadi 73 golongan, dan satu yang selamat. Siapa yang selamat itu? Yaitu pengikut ajaran ku dan ajaran para sahabat (Aswaja). Maka semua umat Islam yang mengikuti ajaran nabi dan sahabat menyatakan dirinya berakidah Ahlusunah waljamaah. Namun ada beberapa kriteria bahwa seseorang itu disebut pengikut aswaja. Dalam kitab faroidus saniyyah karya kiai Sya'roni Kudus, atau catatan tangan kiai Sanusi babakan, menjelaskan bahwa sahabat bertanya bagaimana mengetahui seseorang itu berakidah Ahlusunah waljamaah? Nabi menjawab, pertama, seseorang itu shalat lima waktu berjamaah. Kedua, tidak menjelek-jelekkan para nabi dengan ucapan kasar dan tidak pantas. Ketiga, tidak memberontak pemerintah atau negara dengan senjata (teroris). Keempat, tidak ragu akan keimanan seseorang. Kelima, mempercayai baik dan buruk adalah qodo Qodar dari Allah SWT. Keenam, tidak mengejek atau menghina agama lain, saling menghormati keyakinan masing-masing (toleransi). Ketujuh, tidak mengkafir-kafirkan sesama umat islam. Kedelapan, ikut melakukan shalat jenazah. Kesepuluh, shalat berjamaah dengan siapa saja. Beberapa kriteria ini menjadi acuan kita dalam menjalankan dan mengembangkan Amaliah ahlussunah waljamaah.


Amaliah Aswaja Annahdiyah 
Pertama, Membaca manakib, Burdah, albarjanji, hadiyuan, Tahlilan semuanya adalah ajaran Aswaja yang diwariskan oleh para kiai kita. Kita menjalankan dan menjaganya agar tradisi ini tidak hilang. Dan nabi pun sudah mengingatkan kita tentang literasi dan membaca buku. Sebab dalam literatur nabi menjelaskan, 

"من ورخ مؤمنا فكأنما الحياه ومن قرأ تاريخه فكأنما زاره ومن زاره فقد استوجب رضوان الله في حرور الجنة"

Jadi sangat jelas ketika nabi menjelaskan orang yang membaca sejarah atau membuat biografi orang Islam itu seperti menghidupkan kembali nilai, ajaran dan pemikirannya. Jadi tradisi literasi dan membaca sudah ada. Jadi kita jangan pernah ragu dengan mengikuti amaliyah para kiai sebab ada dasar dan sanadnya jelas. Dalam keterangan kitab bughyatu murtasyidin 97.
Kedua, tawasul, ada satu kisah tentang nabi Adam yang pernah melakukan kesalahan karena memakan buah khuldi, sehinggal Adam dikeluarkan dari surga ke bumi. Setiap saat, nabi Adam meminta ampun kepada Allah agar kesalahannya bisa dimaafkan, namun Allah masih belum memaafkan, suatu ketika nabi Adam teringat nama Muhammad yang tertulis di Arsy, waktu penciptaan dirinya, adam bertawasul dengan nama Muhammad untuk meminta pengampunan Allah, "Allahumma Bihaqqi Muhammad". Dengan menyebut hak nama Muhammad, aku mohon pengampunan-Mu. Allahu menjawab: Dengan wasilah mulianya nama Muhammad, Aku maafkan kesalahanmu Adam, seandainya tidak ada Muhammad Saw tidak akan Aku ciptakan kamu. Ini dasar tawasul yang selama ini dilakukan oleh warga NU. Maka dalam ajaran Ahlusunah waljamaah tawasul itu wajib ketika untuk mendekatkan diri kepada Allah dan taat kepada rasulnya, atau mubah kita bertawasul melalui syafaat nabi Muhammad Saw, atau kekasih Allah. 

Pengembangan Kerangka Aswaja
Ideologi Aswaja selalu bergerak dan berkembang sesuai perjalanan hidup manusia. Pengembangan Aswaja disebabkan oleh perkembangan siklus budaya, Sosio politik dan tradisi manusia. Dahulu kita sering diributkan tentang masalah furuiyyah dalam hal ibadah, seperti jumlah tarawih, baca manaqib, yasinan, tahlilan, ziarah dan lainnya. Namun, tantangan yang dihadapkan oleh Aswaja saat ini adalah manusia, ilmu pengetahuan dan ekonomi. 
Pertama, aswaja menjunjung tinggi nalar dan nilai dalam diri manusia dalam menjalankan kehidupan. Manusia diberikan oleh Allah sebuah akal dan hati untuk berfikir, mengatur pola dan mengatur sumber-sumber alam. Akal dan hati sebagai alat berpikirnya manusia, dan itu yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Maka gunakan sebaik mungkin nalar kita untuk memiliki kehidupan yang benar, perencanaan yang baik dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan memberikan kemanfaatan yang besar dalam kehidupan ini. Jadi manusia telah diberikan derajat tinggi, berkewajiban menyusun pola kehidupan yang memberikan ruang gerak yang cukup bagi dirinya, dan di luar dirinya (the other), untuk menjalankan keseimbangan hidup. 

Kedua, Aswaja memiliki pemahaman tersendiri dalam melihat ilmu yaitu sebagai ruang esoteris (perolehan ilmu tidak melalui wawasan rasional), sifatnya tidak terbatas. Sebaliknya, kalau pengetahuan ada keterbatasan sehingga harus diraih dengan belajar. Jadi ilmu sebagai pengarah kehidupan manusia, sedangkan pengetahuan melayani kepentingan dan kehendaknya. dari sini lahirlah saint atau teknologi sebagai proses manusia mempelajari dirinya, sebab dengan teknologi manusia akan mengerti batas dirinya dalam mengatur kehidupan bersama, maka teknologi bertugas melestarikan kehidupannya bukan merusaknya. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia bisa mendekatkan diri kepada Allah dan tetap berusaha memenuhi kehendak dirinya dalam pengembangannya. 
Ketiga, perekonomian menjadi prioritas kehidupan manusia. Anatar keyakinan kepada Allah sang pemberi dan usaha manusia yang begitu-begitu saja hasilnya. Menurut Aswaja, kebutuhan ekonomi manusia diletakkan dalam tempatnya sebagai penerima karunia Allah yang tunduk pada takdir-Nya. Aswaja memandang, perekonomian kita harus ditundukkan kepada tujuan pelestarian dan pemanfaatan sumber serta tenaga secara bijak. Secarq garis besar garapan pembangunan haruslah didasarkan pada asas pengembangan bukan pertumbuhan. Asas pengembangan berarti arah dan orientasi pada penumbuhan kekuatan sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan ini harus ditundukkan kepada kekuasaan Allah yang menyediakan sumber bahan, daya dan tenaga yang terbatas juga. Dengan keterbatasan inilah manusia dituntut untuk memanfaatkan dengan baik dan mengembangkan dengan perencanaan yang matang, modal, keterampilannya,kemampuan produksi, distribusi, pemasaran, membaca kebutuhan individual, menembangkan usaha-usaha ekonomi. 
Pembahasan tentang keaswajaan secara umum masih banyak, namun dalam kesempatan materi kuliah ramadhan yang ke-16th hanya sebatas ini. Semoga kita masih tetap terus belajar dan memperbanyak literasi bacaannya.

Oleh : Kang Arif Al-Bonny

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain