Amalan di bulan Ramadhan

Jendela Aswaja-Dalam kitab Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in, ada beberapa amalan sunnah yang harus kita pelihara saat berpuasa di bulan ramadhan.

Pertama, makan sahur. Sahur itu sangu atau persiapan untuk menjalankan puasa supaya kuat menjalankannya. nabi bersabda

  تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

Artinya, “Bersantap sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan,” (HR al-Bukhari). 

Waktu sahur itu paling bagus dilakukan di akhir, mendekati waktu subuh, bukan imsak. Waktu imsak itu hanya untuk siap-siap akan memasuki waktu subuh dan jenis makanan yang ada di mulut segera dibersihkan.

Kedua, menyegerakan berbuka sebelum shalat maghrib. Minimal membatalkan dulu puasanya terus melakukan shalat magrib. Berdasarkan hadis nabi, saat pertama berbuka, sunnahnya dilakukan dengan kurma.

إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا، فَلْيُفْطِرْ عَلَى التَّمْرِ، فَإِنْ لَمْ

يَجِدِ التَّمْرَ، فَعَلَى الْمَاءِ فَإِنَّ الْمَاءَ طَهُورٌ

Artinya, “Jika salah seorang berpuasa, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak ada kurma, maka dengan air. Sebab, air itu menyucikan,” (HR Abu Dawud).  

Urutannya, pertama dengan kurma basah (ruthab) jika ada. Jika tidak ada kurma bisa dengan air. Sebuah riwayat menyebutkan, sebelum shalat maghrib, Rasulullah saw. selalu berbuka dengan kurma. Bagaimana seandainya tidak ada kurma dan air, yang ada misalnya madu dan susu, maka dahulukanlah madu walaupun sama-sama manis. 

Ketiga, membaca doa yang ma‘tsur sebelum atau setelah berbuka, antara lain dengan doa berikut:

    اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلَتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ يَا وَاسِعَ الْفَضْلِ اِغْفِرْ لِي اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ

Artinya, “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezekiMu aku berbuka, hanya kepadaMu aku bertawakal. Sungguh, rasa haus sudah sirna, urat-urat sudah basah, dan balasan sudah tetap, insya Allah. Wahai Dzat yang maha luas karuniaNya, ampunilah aku. Segala puji hanya milik Allah Dzat yang telah memberiku petunjuk, hingga aku kuat berpuasa. Lalu Dia memberiku rezeki, hingga aku bisa berbuka.” Atau dengan doa yang lebih pendek dan masyhur:  

  اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ  

Artinya, “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, berkat rahmat-Mu, wahai Dzat yang maha penyayang diantara para penyayang.”  

Keempat, mandi besar dari junub, haid, atau nifas sebelum terbit fajar agar bisa menunaikan ibadah dalam keadaan suci, di samping khawatir masuk air ke mulut, telinga, anus, dan sebagainya jika mandi setelah fajar. Kendati tidak bersedia mandi seluruh tubuh sebelum fajar, hendaknya mencuci bagian-bagian tersebut (yang sekiranya rawan masuk air) disertai dengan niat mandi besar. Misal ada suami istri habis berhubungan intim, terus lupa mandinya sampai waktu subuh datang, maka langsung mandi besar dan puasanya tetap sah, walaupun mandinya masuk waktu subuh. 

Keenam, menahan diri dari segala hal yang tak sejalan dengan hikmah puasa, meskipun itu tidak sampai membatalkan, seperti berlebihan dalam mengadakan makanan atau minuman, bersenang-senang dengan perkara-perkara yang sejalan dengan keinginan dan kepuasan nafsu, baik yang didengar (seperti musik), ditonton, disentuh, diraba, dicium, dan sebagainya. Sebab semua itu tak seiring dengan hikmah dari ibadah puasa.     

Ketujuh, memperbanyak sedekah, baik kepada keluarga, kaum kerabat, maupun tetangga. Berilah mereka makanan secukupnya. Kendati tidak ada, jangan sampai luput walau hanya seteguk air atau sebiji kurma, berdasarkan sabda Rasulullah saw: 

  مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، إِلَّا أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْء

Artinya, “Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut,” (HR Ahmad). 

Selain itu, juga sebaiknya memperbanyak baca Al-Quran, belajar Al-Quran, menuntut ilmu, berdzikir, berbuat baik dimanapun, walaupun saat berada di jalan. Dasarnya adalah Rasulullah saw. selalu memeriksa hafalan Al-Quran-nya kepada malaikat Jibril setiap malam di bulan Ramadhan.

Kedelapan, memperbanyak i'tikaf di masjid. Sebaiknya dilakukan sebulan penuh. Jika tidak, sepuluh malam terakhir diutamakan. Sebab, jika memasuki sepuluh malam terakhir, Rasulullah saw. selalu menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggang sebagai bentuk kesiapan menjalankan ibadah. 

Kesembilan, mengkhatamkan Al-Quran setidaknya sekali selama bulan Ramadhan. Maksimalnya tentu sebanyak-banyaknya, seperti para ulama terdahulu. Bahkan, setiap bulan Ramadhan, Imam al-Syafi‘i mengkhatamkannya hingga 60 kali.

Kesepuluh, istiqamah dalam menjalankan amaliah Ramadhan dan melanjutkan amaliah-amaliah tersebut di bulan-bulan berikutnya.


Oleh : Kyai Tohir Qolbi (Gintung Tengah) dalam acara Kampung Ramadhan Dukumire
Pimpinan Redaksi : Arif Al-bonny
Editor : Ahmad Rozi

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain