Postingan

Akidah dan Kekuatan Manusia

Jendela Aswaja- Akidah berakar pada kata aqada-ya’qidu-aqdan yang mengandung arti: mengikat (as-syadd), berjanji (al-ahd), membenarkan (al-tashdiq) dan kepastian (al-ta’kid). Manusia menjalani kehidupan dengan ikatan keimanan kepada Allah SWT. Akidah kita diawali dengan kesaksian bahwa Allah adalah Dzat yang wajib disembah dan Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang membawa risalah nya.

Atas dasar inilah, akidah dalam Islam dimaknai sebagai keimanan atau keyakinan yang pasti (tidak keraguan) kepada masalah-masalah gaib dan dasar-dasar ajaran Islam (ushuluddin) yang ditunjukkan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits nabi. Akidah Islam tercermin dalam rukun Iman, yakni iman kepada Allah Malaikat, Rasul, Kitab, hari akhir, qadha’ dan Qadar. Esensi akidah Islam adalah tauhid. Keyakinan kita kepada Allah sebagai Dzat yang wajib disembah, tidak ada selain-Nya yang wajib disembah, ini namanya Tauhid, yang diformulasikan dalam dua kalimat syahadat, yakni syadat tauhid dan syahadat rasul. Karena itu, Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, antara lain, untuk meluruskan akidah umat terdahulu yang sudah mengalami penyimpangan, seperti: anggapan kalangan Yahudi, Uzair anak Allah, dan keyakinan kaum Nashrani, bahwa Nabi Isa AS anak Allah, padahal Isa putra Maryam.

Berakidah pada dasarnya merupakan keharusan bagi setiap manusia karena ketika di alam arham semua manusia pernah berjanji setia dan berkomitmen kepada Allah untuk bertauhid: mengenal dan mengesakan Allah. Sejak ruh ditiupkan, manusia telah memiliki sifat lahut (ketuhanan), sehingga ia selalu berusaha mendekati-Nya. Allah berfirman Alastu birobbikum ( Apakah Aku ini Tuhan kamu) ?. Semua ruh menjawab iya engkau Tuhan Kami ( bala syahidna). Selain itu, manusia memiliki ketergantungan dan kebutuhan spiritual kepada-Nya, karena manusia tidak bisa hidup tanpa pertolongan-Nya (Inayah). Manusia juga membutuhkan petunjuk jalan kehidupan yang benar, baik, dan membahagiakan. Manusia hidup harus sadar bahwa ada yang Maha hidup dan menghidupkan yaitu Allah. Manusia harus tunduk dan patuh kepada syariat-Nya.

Akidah harus dimaknai secara komprehensif dan menjadi komitmen teologis manusia sebagaimana tercermin dalam ayat Iyyaka na’budu wa iyyaka nas’ta’in (Hanya kepada Engkau kami beribadah, dan hanya kepada Engkau pula kami memohon pertolongan). Komitmen berimplikasi mendasar bahwa Muslim tidak boleh melakukan syirik). Syirik ini menjadi kunci perlawanan dalam diri manusia, antara keyakinan dan ragu kepada Allah. Misalnya, kita rajin ibadah, berdoa, bekerja, tetapi dalam waktu bersamaan kita masih percaya kepada selain-Nya seperti tempat-tempat yang diyakini kramat, benda-benda tertentu yang diyakini bisa membawa keberuntungan. Nah, aqidah kita harus kuat, bahwa semua benda atau tempat yang disakralkan itu memiliki kekuatan, namun kekuatan itu lahir dari Allah. Jadi keyakinan kita itu kepada Allah bukan pada bendanya. Kita bekerja dengan hasil yang maksimal itu dari Allah. Makanya dalam ajaran Tauhid kita sebagai golongan Ahlusunah wal jamaah mengikuti akidahnya imam abu Hasan Asy'ari dan abu Mansur Al Maturidi. Sebagai rujukan ilmu akidahnya yang bersifat tengah-tengah. 

Jadi, akidah menjadi fondasi amal manusia dimata Allah SWT. Akidah yang benar merupakan kunci kemenangan dan keberuntungan dalam hidup didunia dan akhirat. Dengan akidah yang benar dan kuat,  manusia hanya takut kepada Allah SWT dan mengikatkan hati, pikiran, lisan, dan perbuatan kepada Allah. Karena itu, keyakinan, ilmu, dan amal merupakan trilogi, satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. 

Suatu hari Nabi SAW pernah dimintai seseorang “Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku sebuah ajaran Islam yang setelah itu aku tidak bertanya lagi!” Nabi menjawab: “Katakanlah, aku beriman, kemudian beristiqamahlah”. Jadi, akidah harus dimaknai dengan dirawat, dipupuk, dikembangkan dan dioptimalkan agar tidak berkurang atau bahkan hilang. Caranya, antara lain dengan memperbanyak: istighfar, dzikir, berpikir, tadabbur, syukur, ibadah ritual dan sosial dan beramal salih secara personal, sosial, maupun kultural dengan penuh ketulusan, kesadaran dan konsistensi. 

Dengan keyakinan dan ilmu, kita mengamalkan kebaikan. Amal baik manusia itu kuncinya surga dan amal baik juga yang menuntun kesurganya Allah SWT Ibadah yang kita lakukan seperti kendaraan kita untuk di akhirat. Ketika kita berdoa itu harus sepenuh hati dan mengharapkan ridho Allah, khusyu dan memahami tajwidnya beserta maknanya, ketika mengaji maka nasehatilah diri sendiri introspeksi diri. Minimal ketika orang lain sholat, ngaji, sholawat, dzikir, kita mengikutinya dan mencontohnya Supaya kita selamat dari siksa kubur kita ikhtiar yaitu 4:

1. Kita harus melakukan sholat lima waktu

2. Amal jariyah

3. Sering membaca AlQur'an

4. Memperbanyak bertasbih.


Di sadur dalam kajian Kampung Ramadhan Dukumire.
Oleh : Kang Yahya (Gintung Kidul)
Pimpinan Redaksi : Arif al-bony
Editor : Ahmad Rozi

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain