Peran dan Karakteristik seorang Kiai di tengah Masyarakat

 

Ulama adalah orang yang menguasai ilmu keagamaan. Di kalangan kita, seorang ulama disebut dengan nama kiai. Kenapa? Karena kiai itu orang yang di tuakan, dimuliakan dan orang yang mampu membimbing masyarakat, itulah kiai. Dalam pandangan masyarakat kiai bukan hanya mampu menguasai ilmu keagamaan, tetapi juga mampu memberikan solusi-solusi akan problematika sosial.

Ada beberapa kriteria kiai dalam pergumulan masyakat kita:

Pertama, orang yang di tokohkan (menjadi kiai) adalah orang yang beruntung karena sudah di anggap menguasai ilmu oleh masyarakat. Yang biasanya jarang membaca kitab, seketika buka-buka kitab dengan anggapan banyak orang awam akan bertanya, dan kita harus bisa menjawabnya. Begitu juga beribadah dalam bentuk luarnya terlihat bagus dan khusus'. Karakter kiai ini tidak pernah memikirkan bagaimana kemaslahan umatnya, yang di pikirkan bagaimana dirinya bisa eksis, terpandang, terhormat dan memiliki kharismatik di tengah masyarakat.

Kedua, orang yang meniru sifatnya kiai. Seperti para santri ketika pulang kampung halamannya, mengamalkan ajaran atau ilmu yang diberikan oleh kiai, meniru seperti apa yang telah kiai lakukan. Nasehat kiai di sampaikan di masyarakat seperti kiai menyampaikan hadis nabi "Shalatlah seperti aku shalat". 

Ketiga, orang yang benar-benar menjadi kiai, itu orang yang benar-benar menguasai berbagai ilmu keagamaan, ilmu grametika Arab, tafsir, fikih, tauhid dan ilmu tasawuf. Dan kiai mampu mengamalkan ilmu yang telah di sampaikan kepada seluruh santri atau masyarakat, seperti kiai membaca ayat suci Al Qur'an sesuai tajwidnya, makhrojnya, sifatnya dan mengetahui kandungan dari ayat Al Qur'an, sehingga kiai mampu mengamalkan kandungan dari ayat tadi. Makanya iblis lebih takut kepada ahli ilmu dibandingkan orang ahli ibadah. "Satu orang Alim yang mengamalkan ilmu itu lebih menakutkan dari pada orang ahli ibadah tidak tahu ilmunya", kata iblis. 

Keempat, orang yang merasa dirinya kiai. Biasanya model orang ini bisa menasehati tapi tidak bisa mengamalkannya. 

Kalau dalam kitabnya Al Ghozali Miroqul 'Ubudiyyah, seorang ulama itu ada dua kriteria, yakni Ulama pewaris ajaran para nabi yakni bersikap Zuhud, berani menyampaikan sesuatu yang benar walaupun pahit, dan tidak mengharapkan sesuatu kecuali ridhonya Allah. Kedua, Ulama Su', adalah ulama yang ucapan dan perilakunya buruk, tidak mencerminkan ajaran-ajaran para nabi dan mengharap sesuatu kepada manusia.

Kemudian bagaimana dengan kiai "berpolitik" , sebagian orang menilainya negatif. Apakah politik bisa merusak karakter atau keilmuan seorang ulama? 

Politik itukan siasat. Bagaimana mensiasati sesuatu untuk mencapaik kebaikan. Makanya politik yang dijalan oleh para kiai di NU itu adalah politik kemaslahatan bukan politik untuk mencapai kekuasaan. Sebab politik kekuasaan, atau mendapatkan jabatan itu paham yang dilakukan di barat. Jadi kalau ada kiai berpolitik, dan tujuannya untuk maslahat umat, itu tidak masalah, politik bukan untuk kekuasaan atau jabatan.

Pemateri: Kang Lukman Dukumire


Editor: Kholil Baehaqi

Pimpinan Redaksi: M. Arif al-Bony

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain