Etika tidur Pythagoras dan Al-imam Al-Ghazali

Kita ketahui bersama bahwa Yunani terkenal dengan peletak pemikirannya, disana banyak ahli pikir yang membuat gemintang dunia ini. Merumuskan alam semesta, hakikat hidup, mulai dari tujuan hidup, proses hidup dan masih banyak lainya. Dalam hal ini filsafat yunani juga mampu mempengaruhi peradaban islam melalui corak pemikiran para tokoh filsafat islam baik dari Imam Al-Kindi sampai Muhammad Iqbal hingga bertemunya kedua (filsafat dan islam) tersebut maka dikenal dengan nama filsafat islam. Saya tidak akan jauh ke sana membahasnya, singkat saja. Namun jika boleh saya akan memberikan sedikit gambaran persamaan mengenai adab atau etika tidur dari ke dua tokoh besar tersebut, Yunani dan Islam.

Pada abad pertama Masehi muncul di Iskandaria suatu aliran filsafat yang terkenal dengan nama Neo-Platonisme. Aliran ini memiliki pengaruh besar terhadap filsuf Islam dan ahli kalam. Pemikiran filsuf masuk ke dalam Islam di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir. Kebudayaan dan filsafat Yunani datang ke daerah-daerah itu dengan ekspansi Alexander yang agung ke Timur di abad ke’4 SM. (Harun Nasution)

Dan dua tokoh besar yang akan saya bahas ini adalah sama-sama seorang tokoh filsafat juga yakni Pythagoras (580 SM) dan Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali (1056 M). Yang sama-sama filosofinya berdasar pada pandangan agama dan paham keagamaan. Hemat saya ada beberapa pandangan yang unik dalam keduanya. Beliau-beliau hampir sama dalam mengemukakan mengenai etika dasar dalam tidur. 

Menurut kaumnya pythagoras “sebelum ia tidur malam, manusia harus senantiasa berdzikir untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, hendaklah di persiapkan dihatinya segala perbuatan itu, ia harus menanyai dirinya apa kekurangan di hari ini? Periksa peristiwa itu sampai sehabis-habisnya jika ada engkau berbuat salah, jika baik segala perbuatanmu, hendaklah engkau gembira” tuturnya 

Menurut Al-Imam Ghazali “ sebelum tidur hendaklah engkau dalam keadaan ingat terhadap Allah Sawt, bersih dalam berwdhu dan mengahadap kiblat lalu dengan memposisikan memiringkan badanmu layaknya seseorang yang wafat. Karena tidur adalah teman dari kematian. Lantas berterimaksihlah atas pemberian hidup ini berdo’alah meminta perlindungan kepada-Nya atas dosa-dosa yang kamu perbuat”. (Ringkasan dalam kitabnya Bidyatul Hidayah Bab Adab bun Naum)

Dengan begitu kita bisa mengartikan bahwa sebelum tidur hendaklah kita bermuhasabah atas diri ini, sudah patut dan pantaskah akan waktu yang sudah kita lewati disiang harinya. Jika terkesan buruk maka hendaklah memohon ampun dan perlindungan kepada-Nya. Begitu juga saat terkesan baik. Maka hendklah ia gembira atas nanti jika kematian itu datang bersamaan dengan tidur kita. Kita sadar bahwa pemikiran pendapat ini sangatlah baik, dengan kebijaksanaan para tokoh tersebut sehingga menjadikan manusianya yang berbudi luhur, arif dan teratur. Sudah barang tentu pendidikan disetiap hidup ini kita dapatkan juga melalui jungjungan kita sebagus-bagusnya mahluk yakni Nabi besar Sayyidina Muhammad SAW. Dalam hal ini Syeikh Hafidz Hasan Mas’udi dalam kitabnya Taiisirul Khalaq fii ‘ilmi ahlaq beliau mengemukakan sebuah hadist Nabi Muhammad SAW yang dibaca saat hendak tidur, yang berbunyi

 اللهم با سمك احيا واموت

“ Ya allah, dengan menyebut namamu aku hidup dan mati”.

Semoga tidur kita akan selalu dalam lindungan-Nya dan jika dalam keadaan tidur ini berbarengan dengan ajal kita. Semoga kesemprunaan dalam kematiaan husnul khatimah pun mampu menghampiri kita Aamiin yaa robbal ‘alamiin.


Penulis : Hadad

Editor : Kholil Baehaqi

Pimpinan Redaksi : Arif Al-bony

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain