Seklumit Biodata Kiai Asmawi Babakan (Rois Syuriyah MWC Ciwaringin 1990, 2015 dan Musytasyar PWNU Jabar 2021)


KH. Asmawi adalah anak pertama dari tujuh bersaudara, beliau dilahirkan di desa Sukra kabupaten Indramayu pada tanggal 13 April 1957. dua adiknya laki-laki dan empat adiknya adalah perempuan dari pasangan bapak Astari atau Ading dari Sumedang dan ibu Saodah dari Cirebon.

Ayahnya dikenal sebagai ahli hikmah, sering menolong warga dengan wirid dan do'a-do'anya. sejak kecil kiai Asmawi sudah di didik mandiri oleh ayahnya, membantu pekerjaan orang tuanya di sawah atau berjualan, hingga jiwa bertani dan berniaga itu masih di geluti kiai Asmawi hingga saat ini sekalipun kiai Asmawi sudah menjadi kiai yang di sepuhkan di pesantren Babakan.

Kiai Asmawi kecil ketika hendak berangkat mesantren ke pesantren Babakan yakni pondok pesantren Raudhlatut tholibin di bawah asuhan KH. Amin sepuh dan KH. Sanusi, KH.  Masduqi Ali, beliau lebih dulu mengumpulkan uang bekal untuk berangkat mesantren dengan cara berjualan es gusruk ( es serut ), atau berjualan di dalam mobil kopayu ( mini bus angkutan umum ). ketika uang sudah terkumpul beliau pamit berangkat ke pesantren Babakan dengan hanya membawa 3 potong baju. dalam perjalanan ke pesantren Babakan beliau lebih sering nebeng ke mobil lewat atau pedati kerbau untuk mengirit uangnya. beliau mesantren di Babakan sejak masih SD hingga sekitar 25 tahun lamanya, berguru pada masyayikh Babakan, diantaranya adalah KH. Amin sepuh, KH. Sanusi, KH. Amrin hanan, KH. Mukhtar, KH.  Masduqi Ali dan kiai sepuh babakan lainnya. 

Selama di pesantren kiai Asmawi kecil sering kehabisan uang, untuk menyambung hidupnya beliau menawarkan jasa cuci baju pada teman-teman pesantrennya yang kaya dengan upah tak seberapa, kadang diupah dengan beras satu gelas takar, terkadang kiai asmawi kecil memungut kulit singkong bekas temannya dari kalangan kelas menengah, kulit singkong itu di kumpulkannya, di buang kulit luarnya, di cuci kulit bagian dalamnya, beliau rebus kulit bagian dalam singkong bekas temannya itu untuk dimakan.

Zaman kiai Asmawi mesantren, santri dari kalangan kelas atas saja yang sanggup beli beras dan makan nasi, kalangan kelas menengah makan singkong atau ubi, kiai Asmawi kecil hanya mampu makan kulit singkong sisa temannya yang kelas menengah itu. makan nasi pun hasil upahnya mencuci baju temannya yang membayarnya dengan beras, bahkan untuk menghibur hatinya, kiai Asmawi kecil yang mencium aroma sate dari asap tukang sate keliling yang mangkal di halaman pesantrennya, kiai Asmawi kecil makan nasi tanpa lauk itu dekat tukang sate bermaksud agar mencium aroma sate itu karena kiai Asmawi kecil tak mampu membeli sate.

Beliau sejak kecil sudah terbiasa dengan perut yang tak pernah penuh oleh makanan, terbiasa dengan perut yang di paksa menahan lapar, terbiasa melekan untuk nderes baca kitab dan menghafal, hingga di usia sepuhnya saat ini beliau masih istiqomah berpuasa, tidak tidur malam karena mengajar ngaji santri hingga subuh. ketika tiba waktu berbuka beliau hanya membatalkannya dengan meminum seteguk air putih, sekitar jam sepuluh malam beliau baru makan nasi, itupun hanya sekepal saja dengan lauk sederhana. sosok kyai yang tidak silau dengan pencapaiannya saat ini, sosok kiai yang tidak besar kepala dengan gelar tertinggi yang di sandangnya saat ini sebagai sesepuh pesantren Babakan, sosok kiai yang tetap menjadi dirinya sendiri, berasal dari keluarga sederhana, menjadi teladan sederhana, namun mendapatkan posisi istimewa di mata masyarakat dan santrinya.

Ketika beliau disanjung atau diberi kehormatan oleh sesama kiai atau siapapun, dengan tawadunya beliau hanya menjawab "Kula niki mung khodime santri"(Saya ini hanya khodimnya santri).

KH. Asmawi beristri Nyai Saodah Dikaruniai anak;

  1. Iib Hibaturohman 
  2. Zaimmudin
  3. Muhammad ali syatori
  4. Nina mutmainah
  5. Ikha muslikha

Karya kiai Asmawi;

  1. Tarjamah 'Awamil Al Jurzani
  2. Tarjamah al Jurumiyyah
  3. Tarjamah Matan Bina wa Qowaidul I'lal
  4. Tarjamah al 'Imrithi
  5. Tarjamah al Fiyah ibnu Malik
  6. Tarjamah Sulamul Munawaroqo fil Manthiqi
  7. Tarjamah Sulamul Munawaroqoh fil Manthiqi Juz 2
  8. Tarjamah Jauhar al Maknun
  9. Tarjamah Lithoifil Isyarot
  10. Hujjah Tahlil
  11. Tahriran (kumpulan Jurmiyah, imriti, alfiyah)
  12. Fikih Pesantren (Proses) 


*Penulis: Agus Salim


Editor: kholil Baehaqi

Pimpinan Redaksi: Arif Al-Bony

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain