KHR. AS’AD SYAMSUL ARIFIN (1897-1990 M): GENEALOGI PEMIKIRAN DAN SEPAK TERJANG

Ilustrasi KHR. As'ad Syamsul Arifin

Oleh: Imam Supardi

Menelusuri sosok dan jejak pemikiran Kiai As’ad memang membutuhkan tenaga ekstra sebagaimana diakui Kompas (Kompas, 7 Agustus 1990:4). Hal ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Sebab, Kiai As’ad termasuk tokoh yang ‘enggan’ perjuangannya diperbincangkan apalagi ditulis. Ia pun tak suka tampil di depan. Lebih memilih berperan dari belakang layar.

Namun, generasi setelahnya tak menginginkan kiprahnya hilang dari peredaran sejarah Indonesia. Akhirnya, pada 09 Nopember 2016, beliau mendapat Gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Joko Widodo (Republika, 10 Nopember 2016:1).

Kiai As’ad merupakan anak dari pasangan KHR. Syamsul Arifi (Kiai Ibrahim) dan Nyai Hj. Maimunah. Ia lahir di Syi’b Ali, Mekah, tahun 1897 M. Dan, wafat pada 4 Agustus 1990 /12 Muharam 1411 (Kompas, 5 Agustus 1990:1). Beliau memiliki hubungan darah dengan penyebar Islam pertama di Indonesia. Berikut silsilahnya: As`ad b. Syamsul Arifin b. Ruham b. Nuri (Ihsan) b. Nuruddin b. Zuber Tsani b. Zuber Awwal b. Abdul Alim b. Hamzah b. Zainal Abidin b. Khatib b. Musa b. Qasim (Sunan Drajat) b. Rahmat (Sunan Ampel). Sunan Ampel memiliki silsilah sampai kepada Nabi Saw. Sementara dari Nenek Kiai As`ad, Khadijah (Nursari) bt. Ismail b. Musyrifah bt. Nuruddin b. Zainuddin b. Umar b. Abd al-Jabbar b. Khatib b. Maulana Ahmad al-Badawi (Pangeran Katandur) b. Panembahan Pakaos b. Syarif b. Sunan Kudus.

Pada tahun 1939, As’ad yang sudah menapak dewasa dinikahkan dengan Nyai Hj. Zubaidah dan dikarui lima anak: Nyai Hj. Zainiyah (1944-2005), Nyai Hj. Mukarromah, Nyai Hj. Makkiyah, Nyai Hj. ‘Isyaiyah, dan KHR. Ach. Fawaid (1968-2012 M). Sementara, dari pernikahannya dengan Nyai Hj. Zainab pada tahun 1968, beliau dikaruniai satu anak laki-laki: KHR. Cholil (Pengasuh Pesantren Walisongo, Situbondo).

Jejak riwayat hidup KHR. As'ad Syamsul Arifin

Layaknya santri di masa lalu, Kiai As’ad pernah berguru kepada ulama-ulama di tanah Hijaz di antaranya Madrasah Shawlatiyah (1913-1924), Syekh Hasan al-Massad (untuk ilmu nahwu dan bahasa arab), Habib Abbas al-Maliki (untuk ilmu tasawuf), Sayid Muhammad Amin al-Quthby (untuk ilmu tauhid dan fiqih), dan Sayid Hasan al-Yamani (untuk bahasa Arab).

Di Indonesia, sejumlah pesantren pernah disinggahinya. Antara lain Pesantren Banyuanyar (Madura), Pesantren Guluk-Guluk (Sumenep), Kiai Khalil (Bangkalan), Pesantren Tebuireng (Jombang), Pesantren Sidogiri (Pasuruan), Pesantren Siwalan Panji (Buduran, Sidoarjo). Dari guru-guru inilah, pola pikir Kiai As’ad terbentuk. Namun, seperti diakui oleh Kiai As’ad, guru yang paling berpengaruh terhadap perkembangan pemikirannya adalah guru-guru yang berasal dari Tanah Hijaz, Mbah Cholil Bangkalan, dan Kiai Hasyim Asy’ari.

Selama hidup, Kiai As’ad terlibat dalam setiap periode perjalanan NU dan Indonesia. Mulai dari perjuangan pembebasan bumi pertiwi dari cengkeraman penjajah melalui Hizbullah dan Pelopor (pasukan khusus yang berasal dari ‘kaum marginal’) hingga penerimaan Pancasila sebagai dasar negara. Peran Kiai As’ad cukup strategis terutama menggiring sikap NU terhadap Pancasila.

Dok. KHR. As'ad Syamsul Arifin bersama presiden ke-4 RI Suharto

Dok. KHR. As'ad Syamsul Arifin dan Kiai Sepuh 

Editor: Kholil Baehaqi

Pimpinan Redaksi: M. Arif Al-Bonny




Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain