Kiai Mahtum Hannan: Kiai Praktek Bukan Teori

Dok. Kiai Mahtum Hannan

Oleh: M. Arif Al-Bonny

KH. Makhtum Hannan lahir pada 13 Juni 1938 di Cirebon. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Abdul Hannan dengan Nyai Solihah. Ayah beliau merupakan sesepuh Babakan Ciwaringin yang masih keturunan Sunan Giri bin Maulana Ishaq. KH. Makhtum Hannan wafat pada pagi sekitar pukul 06.35 WIB, hari Sabtu, 21 Desember 2017, dalam usia 73 tahun.

Kiai Makhtum Hannan adalah kiai praktek (kiai lapangan) yang tidak hanya duduk membaca kitab-kitab kuning saja. Selama 55 tahun, kiai Makhtum bergerak masuk ke daerah-daerah yang masyarakatnya gemar minuman keras, perjudian, masyarakat yang tidak pernah sholat, puasa, masuk ke daerah-daerah gua macan (psk). Gerakan itu dilakukan di malam hari dengan membaca aurod hadiyu di tempat-tempat hitam itu.  Kiai Makhtum akan berjuang dan selalu berjuang dalam NU melalui gerakan bawah tanpa sepengetahuan siapa pun, baik  pengurus besar NU atau kiai-kiai lainnya. Kiai Makhtum menyusup dengan gerakan-gerakan ke dalam tanpa harus izin ke kiai Said Aqil, tanpa harus izin BANSER, izin IPNU pusat, kiai Makhtum siap berjuang untuk gerakan ulama. Ujar kiai mahtum.

Bahkan kiai makhtum menantang banom-banom NU,  berani tidak turun ke bawah, masuk ke dunia hitam, mendoakan mereka yang agamanya terpinggirkan? Kiai makhtum hanan berani bergerak tanpa ada rasa takut. 

Waktu babakan ingin dijadikan jalan tol, makhtum hannan berani menolak.  Milyaran uang di depan mata untuk mengizinkan pembangunan jalan tol.  Mulai ketua PBNU, mentri agama sampai presiden meminta izin ke kiai Makhtum.  Namun,  ia menolak semua permintaan para pejabat dan pembisnis.  Dengan alasan,  Makhtum Hanan bukan kiai yang mudah di suap dengan milyaran uang. 

Mahtum hanan mempertahankan tanah pesantren yang sudah ratusan tahun di tirakati,  didoakan para kiai-kiai sepuh sebelumnya.  Tanah babakan ini tanah penuh barokah. Tutur kiai Makhtum hanan.

Berulang-ulang kiai Makhtun menyatakan dirinya adalah kiai praktek bukan teori, yang hanya membaca kitab kuning saja. Kalau anak IPNU ngaji sama saya, ya bengini ngajinya,  harus praktek supaya ilmunnya bermanfaat. 

Suatu saat,  Kiai Makhtum Hanan di undang di acara pelantikan pengurus baru PBNU di masjid Istiqlal, dan nama kiai Makhtum Hanan terpampang jelas di background, saat beliau tahu kalau nama dirinya tertulis di atas, beliau merasa malu, sebab kiai Makhtum Hanan akan selalu merasa dan akan menjadi bujang kiai (pengabdi para kiai).

Kiai Makhtum Hanan duduk paling depan sedangkan di belakangnya banyak kiai-kiai jawa dan luar jawa, lalu kiai Makhtum Hanan mundur dan meminta para kiai maju ke depan, biarkan saya di belakang saja, silakan kiai maju ke depan. Begitu sikap tawadu' kiai Makhtum walaupun ia menjadi salah satu anggota AHWAL di muktamar Jombang.

Ditengah obrolan,  kiai Makhtum masuk ke kamar dan minta izin sebentar Ingin shalat sunnah dulu.  Sekitar jam 1 an kiai Makhtum keluar dan ngobrol lagi bersama IPNU. Sudah berbakti pada kedua orang tuamu belum?  Bagaimana berbakti itu? Apa contohnya. Tanya kiai makhtum.

Mengikuti perintah orang tua,  membantu orang tua, jawab anak-anak IPNU.  Tiba-tiba kiai makhtum dengan lantang mengucapkan "Goblok", bantu kepriben,  taat kepriben.  Jadi pelajar IPNU itu harus cerdas, tegas,  berani.  Tutur kiai Makhtum.

"Bengi-bengi kok dolan mene, baka dudu boca IPNU, Pelajar sih bli kiyeng buka lawange". Sebab orang kalau kesini hanya minta duniawi saja, minta usaha laris,  bisa berangkat ke luar negeri,  tapi kalau anak-anak IPNU ke sini mau ngobrol ilmu, silakan rumah Makhtum hannan terbuka 24 jam untuk belajar ilmu, ucap kiai makhtum. 

Berbakti yang benar itu jangan membuat hati kedua orang tua tersakiti. Nanti kualat kalau hati orang tua tersakiti. Hidup tidak berkah,  ilmu tidak bermanfaat.

Sangat nampak sikap tawadu',  istiqomah,  tegas dan berani yang terpancar dalam diri kiai Mahtum Hannan. Beberapa kali ucapan "Goblok" untuk anak-anak IPNU PAC Ciwaringin menjadi pecut untuk terus berlari dan berlari,  jangan pernah berhenti belajar, istiqomah dalam berkegiatan.


Editor: Kholil Baehaqi

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain