Menelaah Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dalam berorganisasi (NU)


Oleh: Kang Hisyam Yahya
Perlu diketahui bahwa KH. Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang Jombang pada hari selasa kliwon, 24 dzulhijjah 1287 H / 14 Februari 1871 M. Nama lengkapnya Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim bin Abdurrahman bin Abdul Aziz bin Abd al fatih bin Maulana Ishak (sunan Giri). Kiai Hasyim Asy’ari meninggal pada 7 Ramadhan 1366 H/ 25 Juli 1947 M dalam usia 79th.

Dalam menelaah pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, saya hanya akan menelaah beberapa pemikirannya salah satunya tentang keaswajaan. Walaupun KH. Hasyim Asy’ari juga melontarkan paham-paham kebangsaan, Islam, budaya, pesantren, NU maupun politik. Ahlussunnah berarti orang-orang yang mengikuti sunnah nabi dan wal jamaah berarti orang yang mengikuti para nabi. Ahlussunnah waljamaah adalah para pengikut sunnah nabi dan para sahabat nabi ( ma ana alaihi wa ashabi). Siapa orang yang mengikuti sunnah nabi dan para sahabat itu?Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa aswaja bukanlah sebuah paham (madzhab) keagamaan,melainkan aswaja sebagai manhaj fikr (metode berpikir). 

Secara istilah golongan umat Islam Ahlusunnah Wal Jamaah, dalam ilmu tauhid menganut pemikiran abu Hasan al Asy’ari dan abu Mansur al Maturidi. Ilmu fikihnya menganut Imam Syafi’I, dan ilmu tasawufnya mengikuti imam Abu Hamid al Ghozali. Salah satu karakter aswaja adalah selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi, tidak jumud, tidak kaku, tidak elitis dan tidak ektrim. Istilah aswaja tidak dikenal di zaman nabi maupun dipemerintahan khulafa ar rosyidin. Pemakaian istilah aswaja sebagai sebutan bagi kelompok ke agamaan diketahui lebih kebelakang, sewaktu azzabid menyebutkan dalam ittihaf sadatul muttaqin syarah ihya “idza uthliqo ahlusunnah murodubihi al asy’ariyah wa al maturidiyyah”. Menyebutan ahlusunnah disini adalah pengikut asy’ariyah dan maturidi. 

Jadi, aswaja yang diajarkan KH. Hasyim Asy’ari mengistitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang) dan ta’adud (keadilan), serta amar ma’ruf nahi munkar. Tasamuh (toleran): artinya Islam mengakui hak hidup agama lain dan membenarkan para pemeluknya dengan menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Toleransi yang saya pahami adalah tidak diartikan  sebagai sikap masa bodoh terhadap agamanya, bahkan tidak perlu mendakwakan ajaran kebenaran yang diyakininya itu. Oleh karena itu setiap manusia beriman terpanggil untuk menyampaikan kebenaran yang diketahui dan yang diyakininya. Tetapi harus berpegang teguh pada etika dan tatakrama sosial. 

Bagi kita penting untuk mengajarkan agama kepada mereka untuk bisa membuktikan betapa pentingnya peran keyakinan akan ketuhanan (menanamkan nilai ilahiyyah). Demikian halnya agama dituntut melahirkan ajaran yang lebih menyentuh nilai kemanusiaan tidak bersifat artifisial, bombastis, dan verbalisme yang sebenarnya hanya di langit saja. Agama justru harus dihadirkan sebagai suatu kesadaran yang menjadi bagian dari nilai kemanusiaan itu sendiri. Sebab pada dasarnya ajaran itu untuk menumbuhkan kesadaran manusia. 

Setelah kita mengurai tentang aswaja sebagai Manhaj Fikr, lalu apa keterkaitan aswaja dengan organisasi NU yang dibangun oleh KH. Hasyim Asy’ari itu? Tujuan NU didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari bukan semata-mata untuk mencari popularitas dan kekuasaan, tapi NU berusaha mempertahankan nilai-nilai tradisional Islam yang selama ini tergerus dengan pemikiran modern. Walaupun ada yang berpendapat bahwa KH. Hasyim Asy’ari juga termasuk tokoh modern karena pernah bersentuhan dengan pemikiran Muhammad Abduh. 

KH. Hasyim Asy’ari belajar Islam kepada syaikh al Khatib al Minangkabawi dan bersentuhan dengan kitab al Mannar karya Muhammad Abduh (tokoh pembaharu), namun Kiai Hasyim tidak sependapat dengan Abduh yang menyerang pemikiran ulama-lama tradisional. Semanagt purifikasi (pemurnian) ajaran islam yang disebarkan di Saudi waahabi sedikit mempengaruhi pemikiran kiai hasyim juga. Guru lain yang mempengaruhi pemikiran kiai Hasyim adalah KH. Mahfud al Tarmasi al Jawi (Pacitan), Syaikh Yusuf al Batawi, Syaikh Nawawi al Bantani dan Kiai Khalil al Bangkalani. 

Ada kisah yang menguatkan berdirinya NU atas restu gurunya (mbah Khalil Bangkalan). Menjelang pendirian Nahdlatul Ulama, Mbah Khalil mengutus kiai As’ad Syamsul Arifin untuk memberikan tasbih dan ucapan surat Thoha ayat 17-23 secara khusus kepada kai Hasyim. Setaun kemudian mbah Khalil mengutus kembali kiai As’ad untuk menemui kembali kiai Hasyim dengan mengucapkan “Ya Jabbar, Ya Qahhar” (Dzat yang berkuasa dan Dzat yang memaksa). Peristiwa ini sebagai restu mbah Khalil kepada kiai Hasyim untuk mendirikan NU, serta dukungannya atas kepemimpinan kiai Hasyim sebagai pimpinan masyarakat pesantren.

Dalam hal ini, kita bisa melihat corak gerakan dan pemikiran keislaman di Indonesia merupakan dialektika antara pemahaman teks keagamaan dengan realitas sosial, politik, dan kebudayaan yang dijembatani oleh seperangkat kerangka epistemologi tertentu. Kajian keislaman (ormas islam) di Indonesia sangat dinamis. Setiap ormas islam memiliki model studi keislaman yang berbeda dan beragam.

Kajian Bulanan Ansor Ciwaringin kab. Cirebon, Narasumber Kang Hisyam Yahya didampingi moderator Kholil Baehaqi, bertempat di Gd. KBNU Ciwaringin. 

By_M. Arif Al-bonny






Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain