Melampaui Ilusi: menggali makna yang sebenarnya dibalik kelapangan

Awalnya kita sempat berpikir, kalau seandainya kita punya waktu luang lebih banyak untuk diri sendiri, kita bisa lebih produktif untuk melakukan hal-hal yang menunjang kebaikan atau wawasan kita. Berkali-kali kita coba meraup waktu luang lebih banyak dengan cara pulang kerja lebih cepat misalnya, menitipkan anak ke orang tua dan saudara atau sesuatu yang membuat waktu kita lebih luang lainya. Ternyata keluangan itu hanya sebuah ilusi, sebab entah kenapa kita termakan oleh satu kesibukan dari kesibukan lain sehingga apa yang kita rencanakan pun tak terwujud.

Awalnya, kita pikir kalau seandainya punya lebih banyak "me-time", kita bisa lebih banyak mengerjakan banyak hal yang terkait passion sendiri. Tapi ternyata, entah kenapa, justru ketika waktu luang kita malah kehilangan arah dan mata air inspirasi seakan berhenti mengalir. Apa yang kita raih di akhir program "me-time" pun tak seperti yang kita bayangkan.

Kita coba renungkan dimana salahnya, dan rasanya secara logika bukan terletak di keluangan yang ada. It was simply an open door. A chance to do something right in front of your eyes. What's wrong then? Kenapa justru ketika kita berada di tengah keluangan seakan "flow" itu berhenti mengalir dan kita kehilangan arah karenanya.

Kita mengawali perenungan dengan berdzikir, dengan kesadaran bahwa tanpa panduan-Nya renungan kita bisa jadi hanya akan menjadi sebuah renungan liar yang tanpa arah. Or even worse, merasa memiliki tujuan akan tetapi sebenarnya tengah didikte oleh si hawa nafsu.

Rasanya ini masalahnya. Perkara penyandaran hati atau tawakal. Bisa jadi kita lebih mengandalkan waktu-waktu luang itu dibanding kuasa-Nya. Memang tipis, tapi yang namanya terpeleset atau tersandung itu memang bukan oleh hal-hal yang besar. Bisa jadi kita begitu pede, "Ah, asyik dapat waktu luang seharian nih, bisa kerjain banyak tulisan" sambil lupa mengucap "Insya Allah" dengan sebuah kesadaran betul bahwa itu semua tak akan terwujud tanpa izin-Nya. 

Sometimes, Tuhan bercanda dengan kita melalui hal-hal keseharian seperti itu. Dalam sebuah rencana yang meleset. Dalam sebuah keterlambatan yang tampaknya disebabkan orang lain atau sebuah kemacetan. Atau dalam sebuah kecelakaan kecil seperti terpeleset, teriris pisau, terjepit pintu dan lain lain yang mestinya membuat kita berpikir. Are those really only random things happening in my life? Ah, rasanya Tuhan terlalu tinggi daya intelektualitasnya untuk sekadar membuat useless random things.

Di dunia ini kita mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya dan segenap perbuatan-Nya. Sebuah pengenalan awal yang demikian menggairahkan. Sesuatu yang membuat hidup itu tak pernah membosankan.

Dan tentang ilusi sebuah kelapangan yang kita tengah belajar darinya itu, rasanya memang Tuhan tak perlu sebuah precondition untuk menurunkan karunia-Nya yang bisa berupa ilham, inspirasi, ide, dan lain-lain. Adalah pikiran kita yang sering membatasi jelajah kuasa-Nya dengan mendiktekan batasan syarat dan ketentuan sendiri. Seolah kalau kita punya itu akan jadi begini. Kalau kita dalam kondisi yang itu akan jadi begitu. Kalau kita bisa begitu akan begono. Ah, ribet banget pikiran manusia, ya? Padahal Gusti Allah itu lha ya simpel. Apa yang ada syukuri dan lakoni sebaik-baiknya. Agar kita tidak terjebak pada sebuah ilusi ingin berada dalam kondisi yang kata si hawa nafsu "lebih baik". Because this time, this moment, is the best we've got. Make the best out of it!

Mau donasi lewat mana?

BRI - Ahmad Rozi (4128-01-023304-53-0)
Merasa terbantu dengan artikel ini? Ayo dukung dengan donasi. Klik tombol merah.
© Jendela Aswaja. All rights reserved. Developed by Jago Desain